Rabu, 08 Februari 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APP


TUGAS KMB 1
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN APP
index.jpg
OLEH :
KELOMPOK 3
·     AGUSTINA  SRI KUSUMASTUTI  (2120101805)
·     I DEWA AYU INTAN PRATIWI     (2120101821)
·     MURNI RATNASARI                     (2120101832)
·     TIYAS RIWAYATI NINGSIH        (2120101845)
·     YUNIARTI                                    (2120101856)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA
2011
APENDICITIS

A.  Pengertian.
               Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
               Appendiks merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendiks  pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiks dibanding wanita. Appendiks lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.
               Appendiks perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.
               Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.

B.  Etiologi.
      - Penyebab belum pasti
      - Faktor yang berpengaruh :
·         Obstruksi : hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalt (massa keras dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
·         Infeksi : E.Coli dan steptococcus.
·         Tumor

C.    Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebaban oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.



Pathway.
Apendiks

Hiperplasi folikel      Benda asing      Erosi mukosa      Fekalit       Striktur        Tumor
        limfoid                                             apendiks





























 



Obstruksi

Mukosa terbendung

Apendiks teregang

Nyeri
 
Tekanan intraluminal
                                                                       
Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri
Pada dinding apendiks

Apendicitis
 

ke peritonium                                                                   trombosis pd vena intramural

   peritonitis                                                                        pembengkakan dan iskemia

                                                                                                           perforasi


Cemas
 
 

pembedahan operasi


PK Perdarahan
 
 

luka insisi


 


Defisit Self
Care
 
Nyeri
Akut
 
                                                                       
                                                                                    jalan masuk kuman








Resiko infeksi
 
 





D.  Manifestasi Klinik
1.      Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2.      Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3.      Nyeri tekan lepas dijumpai.
4.      Terdapat konstipasi atau diare.
5.      Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6.      Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7.      Nyeri kemuh, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8.      Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9.      Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10.  Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11.  Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

E.     Komplikasi
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatkan nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonotis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum aatu pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentukabses apendiks akan teraba massa di kuadrankanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazole, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6 – 12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tomboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
F.     Pemeriksaan Penunjang
      a.   Laboratorium
§  Hb normal
§  Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3)
§  Hitung jenis : segmen lebih banyak
§  LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
b.   Rotgen : appendicogram
Hasil positif berupa :
§  Non-filling
§  Partial filling
§  Mouse tail
§  Cut off
Rontgen abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.
G.    Penatalaksanaan
1.      Sebelum operasi
a.   Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan denagn lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b.      Intubasi bila perlu
c.       Antibiotik
2.      Operasi apendiktomi
3.      Pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan menjasi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selam 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4.      Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam perotonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
H.    Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Preoperasi :
1.   Cemas berhubungan dengan tindakan operasi.
Postoperasi :
2.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar